MAKALAH
“PANGERAN ABU BAKAR DAN PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI DESA MARINDI
KECAMATAN HARUAI KABUPATEN TABALONG”
Disusun
oleh :
Gusti
Irwan Rusadi A1A110210
Dosen
: Dr. Ersis Warmansyah Abbas
DISAJIKAN
UNTUK PERKULIAHAN METODE PENELITIAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
BANJARMASIN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berkembangnya
Islam di Kalimantan sering diidentikkan dengan berdinya Kesultanan Banjar,
Dimana pangeran Samudra atau Sultan Suriansyah sebagai sultan petamanya.
Ceritanya berawal dari pelarian pangeran Samudra dari Negara Daha ke
Bandarmasih atau Banjarmasin sekarang. Pelarian pangeran Samudra diakibatkan
oleh terjadinya perang saudara dengan pamannya yaitu pangeran Tumenggung untuk
memperebutkan kekuasaan di Negara Daha.
Dalam
pelariannya ke Bandarmasih atau Banjarmasin, pangeran Samudra meminta bantuan
ke Kesultanan Demak untuk melawan pangeran Tumenggung. Kesultanan Demak yang
waktu itu dipimpin oleh Sultan Trenggono bersedia membantu pangeran Samudara
dengan syarat apabila pangeran Samudra memenangkan perang dia bersedia masuk
Islam. Setelah meminta bantuan akhirnya pangeran Samudra berhasil merebut
kembali Nagara Daha dan beliau pun memeluk agama Islam dan berganti nama
menjadi Sultan Suriansyah. Inilah yang menjadi awal tersebarnya agama Islam
berbagai wilayah di Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan dimana pangeran
Suriansyah sebagai raja pertamanya sekitar pada tahun 1526 M dan menjadikan
Islam sebagai agama Negara.
Sultan-sultan
Banjar dan juga para ulama sangat berperan penting dalam tersebarnya Islam
hingga kepedalaman Kalimantan. Adapun ulama yang terkenal dalam mendakwahkan
atau menyebarkan agama Islam ketika masa Kesultanan Banjar yaitu Muhammad
Arsyad Al-Banjari dan Muhammad Nafis Al-Banjari. Selain ke dua tokoh ulama
tersebut masih banyak lagi tokoh ulama-ulama yang lain yang ikut menyiarkan
agama Islam di Kaliamantan Selatan.
Seperti
halnya Pangeran Abu Bakar salah satu ulama yang ikut berperan dalam penyebaran
agama Islam di desa Marindi kecamatan Haruai kabupaten Tabalong. Selain dikenal
sebagai tokoh ulama beliau juga dikenal sebagai seorang tokoh pejuang dalam
melawan penjajah Belanda.
Marindi
adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Haruai kabupaten Tabalong.
masyarakat yang mendiami desa Marindi adalah suku Dayak Deah. Sebelum Islam
masuk ke desa tersebut, masyarkatnya masih menganut kepercayaan nenek moyang
mereka yaitu Kaharingan.
Islam
masuk ke desa Marindi yang dibawa oleh ulama-ulama dan tutus dari Sultan Banjar.
Islam yang masuk ke Desa Marindi mampu mengubah keyakinan masyarakat yang
dulunya menganut kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau Kaharingan menjadi percaya
terhadap Allah SWT.
Kisah
mengenai Pangeran Abu Bakar sebagai tokoh ulama dan juga tutus dari Sultan
Banjar yang berperan dalam penyebaran Islam di Marindi menarik untuk diteliti,
juga pemilihan desa Marindi yang terletak jauh dihulu sungai dijadikan tempat
untuk berdakwah. Oleh karna itu, saya
membuat makalah ini dengan judul “PANGERAN ABU BAKAR DAN PENYEBARAN AGAMA ISLAM
DI DESA MARINDI KECAMATAN HARUAI KABUPATEN TABALONG”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang di atas maka saya merumuskan masalah yang akan
dibahas sebagai berikut :
1.
Bagaimana
riwayat hidup Pangeran Abu Bakar?
2.
Mengapa desa
Marindi menjadi tempat untuk berdakwah?
3.
Bagaimana
dampak dari dakwah yang dilakukan Pangeran Abu Bakar terhadap masyarakat desa
Marindi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahuai riwayat hidup Pangeran Abu Bakar
2. Untuk mengetahui masuknya agama Islam di desa Marindi
3. Untuk memenuhi tugas kuliah Bimbingan Karya Ilmiah
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Riwayat Hidup Pangeran Abu Bakar
Riwayat
hidup seseorang sering disebut dengan biografi. Kata biografi berasal dari kata
bios dan grafi, bios dalam bahasa Yunani berarti hidup atau kehidupan, dan
grafi atau graphien berarti menulis atau penulisan.
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia (2001:155) biografi adalah riwayat hidup
(seseorang) yang ditulis oleh orang lain.
Menurut
Moh. Nazir (2011:53) …Yang diteliti dalam biografis yaitu sifat-sifat, watak,
pengaruh, baik pengaruh lingkungan maupun pengaruh pemikiran dan ide dari
subjek penelitian dalam masa hidupnya, serta pembentukan watak figure yang
diterima selama hidupnya.
Jadi
menceritakan atau menulis riwayat hidup atau biografi seseorang seperti halnya
Pangeran Abu Bakar, yaitu menceritakan mengenai awal kelahirannya, masa kecil
hingga dewasa, dan menceritakan hal-hal yang telah beliau lalui hingga akhir
hayatnya.
Pangeran
Abu Bakar dilahirkan di Martapura pada tahun 1857. Ayahnya adalah Pangeran
Singosari atau Abdullah Wijaya bin Sultan Sulaiman yang juga merupakan saudara
dari Sultan Adam Al Wasyikbillah. Pangeran Abu Bakar merupakan keturunan
bangsawan dari Raja Banjar yang gigih dalam menegakkan kebenaran dimasyarakat.
Pangeran
Aabu Bakar adalah anak kedua dari empat bersaudara. Saudara yang pertama
bernama Pangeran Amin, yang kedua adalah Pangeran Abu Bakar Sendiri, yang
ketiga bernama Pangeran Surya, dan yang keempat seorang perempuan yang bernama
Putri Anjung.
Sebagai
anak bangsawan, Pangeran Abu Bakar tidak hanya memerlajari ilmu-ilmu kenegaraan
saja. Akan tetapi beliau juga mengkaji dan mendalami ilmu agama.
Cukup
banyak orang yang dijadikan guru atau tempat menimba ilmu agama oleh Pangeran
Abu Bakar. Namun, gurunya yang terkenal yaitu Rahmat Hidayatullah atau Syekh
Jamaluddin dan Habib Al-Idrus, dengan beliaulah Pangeran Abu Bakar banyak menimba
ilmu agama.
Pangeran
Abu Bakar wafat pada tanggal 10 Syawal1348H/1927M dalam usia 70 tahun dan di
makamkan di Desa Marindi Kecamatan Haruai Kabupaten Tabalong.
2.2 Desa Marindi Tempat Untuk Berdakwah
Ditinjua
dari segi bahasa dakwah berarti panggilan, seruan atau ajakan.
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia (2001:232) dakwah adalah penyiaran agama dan
pengambangannya dikalangan masyarakat, seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan agama.
Menurut
Prof. Toha Yahya Oemar (Wahidin Saputara, 2011:1) menyatakan bahwa dakwah islam
sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar
sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
Jadi,
Dakwah yang dilakukan oleh Pangeran Abu Bakar yaitu bertujuan untuk menyiarkan
agama Islam di desa Marindi agar masyarakat memeluk agama Islam dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Desa
Marindi adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Haruai kabupaten
Tabalong. Sebelah barat berbatasan dengan desa Wirang dan sebelah Timur
berbatasan dengan desa Kinarum.
Menjelang
akhir kekuasaannya konflik internal Kesultanan Banjar makain hari semakin
parah. Hal ini dikarenakan campur tangan Belanda di dalamnya. Belanda
menggunakan politik Devide in empera atau yang sering disebut sebagai
politik adu domba dalam upaya menguasai Kesultanan Banjar. Hingga akhirnya
Kesultanan Banjar dihapuskan oleh Belanda tahun 1860.
Penghapusan
Kesultanan Banjar yang dilakukan oleh Belanda pasca perang Banjar pada tahun
1859, mengakibatkan para para tutus dari raja-raja Banjar dan para ulama-ulama
banyak hijrah ke hulu sungai. Hijrahnya para tutus raja dan ulama diakibatkan
karena kondisi di Martapura yang menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Banjar
sudah tidak kondusif lagi. Campur tangan Belanda dalam kesultanan Banjar sudah
terlalu jauh, Belanda ikut mengatur sistem pemerintahan di Kesultanan Banjar
dan menguasai perdagangan.
Dampak
dari penghapusan Kesultanan Banjar cukup besar terutama dalam penyebaran ajaran
agama Islam yang sebelumnya giat dilakukan oleh para sultan dan ulama-ulama
Kesultanan Banjar. Penyebaran agama Islam awalnya terpusat di Martapura, namun
ketika Perang Banjar meletus 1859 hal itu berubah drastis. Penyebaran agama
Islam yang dulunya terpusat di Martapura kini berpindah kepedalaman khususnya
daerah hulu sungai.
Mengapa
demikian? Karena pada waktu itu Belanda melarang atau membatasi ajaran-ajaran
Islam disampaikan kepada masyarakat ditakutkan akan membangkitkan perlawanan
terhadap Belanda. Dalam ajaran Islam perang melawan Belanda dinyatakan sebagai
fisabilillah atau berjuang di jalan Allah dan apabila gugur atau meninggal
dinyatakan sebagai mati syahid.
Semenjak
penghapusan Kesultanan Banjar 1860 pusat-pusat kegiatan dakwah menyebar
keberbagai daerah pedalaman yang jauh dari jangkauan Belanda. Hal ini
dikarenakan selain sebagai tempat untuk berdakwah, juga sebagai strategi untuk
menyusun kekuatan dari bawah untuk melawan Belanda. Tempat-tempat yang menjadi
pusat kegiatan dakwah dan juga markas untuk menyusun kekuatan antara lain
Amuntai, Barito Timur, Tabalong dll. Pangeran Abu Bakar sendiri memilih sebuah
desa yang terletak di Kabupaten Tabalong yaitu Desa Marindi. Desa Marindi
terletak cukup jauh dari pusat kekuasaan Belanda yang terletak di Martapura,
sehingga Pangeran Abu Bakar bisa lebih leluasa untuk berdakwah.
Pangeran
Abu Bakar menhabiskan sisa hidupnya hingga akhir hayatnya di desa Marindi untuk
berdakwah dan juga berjuang melawan penjajahan Belanda. Beliau memiliki
beberapa orang istri baik yang berasal dari tutus raja, maupun yang berasal
dari penduduk setempat yang awalnya beragama Khaharingan. Perkawinan menjadi
salah satu cara atau saluran yang memberi andil besar dalam penyebaran agama
Islam.
Seperti
yang dipaparkan oleh Yusliani Noor (makalah, 2012:9) perkawinan yang dilakukan
oleh Bubuhan tutus Raja-Raja Banjar, dengan berbagai etnis di
Banjarmasin, baik etnis dayak, maupun dengan perempuan etnis Malayu, Jawa,
Bugis, Makasar dll. Hasil perkawinan Bubuhan Tutus Raja-Raja Banjar
sangat cepat member andil terhadap perkembangan Islam di Banjarmasin sejak abad
ke-16 hingga abad ke-19.
2.3 Dampak Dakwah Pangeran Abu Bakar Terhadap Masyarakat Desa Marindi
Seperti
yang sudah dipaparkan di atas, Marindi adalah sebuah desa tua yang dulunya
didiami oleh penduduk asli pulau Kalimantan yaitu suku Dayak. Masuknya pengaruh
Islam memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan sosial dan religi
masyarakat desa Marindi.
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia (2001:334) menyebutkan “dampak” adalah pengaruh
kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif).
Perubahan
atau dampak utama dari masuknya penyebaran Islam ke desa ini yaitu perubahan
identitas dari suku Dayak menjadi suku Banjar.
Menurut
Saleh dkk (Tajuddin Noor Ganie, 2013:21) memaparkan bahwa pada zaman Kerajaan
Banjar (1524-1905) dahulu, orang-orang Dayak yang memeluk agama Kaharingan atau
memeluk agama Kristen akan tetap menyebut diri mereka sebagai orang Dayak.
Sedangkan orang Dayak yang memeluk agama Islam menyebut diri mereka orang Banjar.
Perubahan
identitas suku ini dikarenakan ritual-ritual atau upacara adat suku Dayak
bertentangan dengan ajaran agama Islam. Selain perubahan identitas suku, hampir
seluruh masyarakat Desa Marindi sekrang ini memeluk agama Islam. Sedangkan
masyarakat yang tidak mau memeluk agama Islam mereka pindah ke desa sebelah
yaitu desa Kinarum, Pangelak, Sungai Rumbia dan Upau.
Keberhasilan
Pangeran Abu Bakar dalam berdakwah di Desa Marindi dikarenakan keilmuan beliau
yang dalam dan juga cara yang beliau gunakan. Dalam berdakwah, beliau tidak
hanya mengandalkan lisan semata, meskipun pengaruh beliau di tengah-tangah
masyarakat tidak diragukan lagi. Namun untuk lebih menunjang keberhasilan
dakwahnya, Pangeran Abu Bakar juga menempuh dakwah melalui perbuatan nyata .
Karna
kemampuannya itu aktivitas dakwah
Pangeran Abu Bakar semakin meluas dan melebar. Dakwah Islam yang dibawa
oleh beliau tidak hanya terpusat di desa Marindi dan sekitarnya saja seperti
Murung Layung dan Lampahungin. Akan tetapi sampai kewilayah kabupaten Balangan
dan sekitarnya, tepatnya di desa Buntu Karang sekarang.
BAB
III
KESIMPULAN
3.1 Riwayat Hidup Pangeran Abu Bakar
Pangeran
Abu Bakar adalah seorang tokoh ulama yang sangat berperan dalam penyebaran
agama Islam di desa Marindi, kecamatan Haruai, kabupaten Tabalong. Beliau
dilahirkan di Martapura pada tahun 1857 M dan meninggal pada tahun 1925 M.
Pangeran Abu Bakar adalah keturunan bangsawan dari Kesultanan Banjar, ayahnya
Pangeran Singosari atau Abdullah Wijaya, sedangkan kakeknya adalah Sultan
Sulaiman.
3.2
Desa Marindi
Tempat Untuk Berdakwah
Desa
Marindi menjadi tempat untuk berdakwah bagi Pangeran Abu Bakar. Hal ini dikarenakan
konflik istana Kesultanan Banjar yang terletak di Martapura semakin parah.
Selain konflik istana di kesultanan Banjar, juga dikarenakan Belanda membatasi
kegiatan dakwah yang dikawatirkan akan membangkitkan semangat juang rakyat.
3.3 Dampak Dakwah Pangeran Abu Bakar Terhadap Masyarakat Desa Marindi
Dampak
dari masuknya ajaran Islam ke desa Marindi ini, selain perubahan identitas suku
dari suku Dayak menjadi suku Banjar, juga perubahan struktur sosial. Hampir
seluruh masyarakat desa Marindi memeluk agama Islam, tatanan kehidupan menjadi
lebih baik sesuai dengan ajaran agama Islam.
DAFATAR
PUSTAKA
Ganei, Tajuddin
Noor, 2013. Sejarah Kehidupan di Tanah Banjar. Kalimantan
Selatan:
Tuas Media.
Kadarusman,
Gusti, 2006. Manaqib Pangeran Abu Bakar. Martapura : Yayasan
Sulthan
Adam.
Nazir,
Mohammad, 2011. Metoda Penelitian. Bogor : ghalia indonesia
Seman, M.
Syamsiar, 2012. Pangeran Antasari dan Meletusnya Perang Banjar.
Banjarmasin.
Lembaga Studi Sejarah Perjuangan dan Kepahlawanan
Kalimantan selatan.
Yusliani Noor. 2012. “Sejarah Perkembangan Islam di Banjarmasin dan Peran
Kesultanan Banjar (Abad XV-XIX)”. dalam
Seminar Sejarah: Kesultanan, Islam dan Masyarakat Banjar. Banjarmasin:
Universitas Lambung Mangkurat. Tidak diterbitkan
Post a Comment