Halloween Costume ideas 2015

HARUAI-WIRANG.blogspot.com

PANGERAN ABU BAKAR DAN PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI DESA MARINDI KECAMATAN HARUAI KABUPATEN TABALONG

“PANGERAN ABU BAKAR DAN PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI DESA MARINDI KECAMATAN HARUAI KABUPATEN TABALONG”

                                                   MAKALAH

“PANGERAN ABU BAKAR DAN PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI DESA MARINDI KECAMATAN HARUAI KABUPATEN TABALONG”

Disusun oleh :
Gusti Irwan Rusadi  A1A110210

Dosen : Dr. Ersis Warmansyah Abbas

DISAJIKAN UNTUK PERKULIAHAN METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
BANJARMASIN
2014




  BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Berkembangnya Islam di Kalimantan sering diidentikkan dengan berdinya Kesultanan Banjar, Dimana pangeran Samudra atau Sultan Suriansyah sebagai sultan petamanya. Ceritanya berawal dari pelarian pangeran Samudra dari Negara Daha ke Bandarmasih atau Banjarmasin sekarang. Pelarian pangeran Samudra diakibatkan oleh terjadinya perang saudara dengan pamannya yaitu pangeran Tumenggung untuk memperebutkan kekuasaan di Negara Daha.
Dalam pelariannya ke Bandarmasih atau Banjarmasin, pangeran Samudra meminta bantuan ke Kesultanan Demak untuk melawan pangeran Tumenggung. Kesultanan Demak yang waktu itu dipimpin oleh Sultan Trenggono bersedia membantu pangeran Samudara dengan syarat apabila pangeran Samudra memenangkan perang dia bersedia masuk Islam. Setelah meminta bantuan akhirnya pangeran Samudra berhasil merebut kembali Nagara Daha dan beliau pun memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi Sultan Suriansyah. Inilah yang menjadi awal tersebarnya agama Islam berbagai wilayah di Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan dimana pangeran Suriansyah sebagai raja pertamanya sekitar pada tahun 1526 M dan menjadikan Islam sebagai agama Negara.
Sultan-sultan Banjar dan juga para ulama sangat berperan penting dalam tersebarnya Islam hingga kepedalaman Kalimantan. Adapun ulama yang terkenal dalam mendakwahkan atau menyebarkan agama Islam ketika masa Kesultanan Banjar yaitu Muhammad Arsyad Al-Banjari dan Muhammad Nafis Al-Banjari. Selain ke dua tokoh ulama tersebut masih banyak lagi tokoh ulama-ulama yang lain yang ikut menyiarkan agama Islam di Kaliamantan Selatan.
Seperti halnya Pangeran Abu Bakar salah satu ulama yang ikut berperan dalam penyebaran agama Islam di desa Marindi kecamatan Haruai kabupaten Tabalong. Selain dikenal sebagai tokoh ulama beliau juga dikenal sebagai seorang tokoh pejuang dalam melawan penjajah Belanda.
Marindi adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Haruai kabupaten Tabalong. masyarakat yang mendiami desa Marindi adalah suku Dayak Deah. Sebelum Islam masuk ke desa tersebut, masyarkatnya masih menganut kepercayaan nenek moyang mereka yaitu Kaharingan.
Islam masuk ke desa Marindi yang dibawa oleh ulama-ulama dan tutus dari Sultan Banjar. Islam yang masuk ke Desa Marindi mampu mengubah keyakinan masyarakat yang dulunya menganut kepercayaan terhadap roh nenek moyang atau Kaharingan menjadi percaya terhadap Allah SWT.
Kisah mengenai Pangeran Abu Bakar sebagai tokoh ulama dan juga tutus dari Sultan Banjar yang berperan dalam penyebaran Islam di Marindi menarik untuk diteliti, juga pemilihan desa Marindi yang terletak jauh dihulu sungai dijadikan tempat untuk berdakwah. Oleh  karna itu, saya membuat makalah ini dengan judul “PANGERAN ABU BAKAR DAN PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI DESA MARINDI KECAMATAN HARUAI KABUPATEN TABALONG”
      1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka saya merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut :
1.      Bagaimana riwayat hidup Pangeran Abu Bakar?
2.      Mengapa desa Marindi menjadi tempat untuk berdakwah?
3.      Bagaimana dampak dari dakwah yang dilakukan Pangeran Abu Bakar terhadap masyarakat desa Marindi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahuai riwayat hidup Pangeran Abu Bakar
2.      Untuk mengetahui masuknya agama Islam di desa Marindi
3.      Untuk memenuhi tugas kuliah Bimbingan Karya Ilmiah




BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Riwayat Hidup Pangeran Abu Bakar
Riwayat hidup seseorang sering disebut dengan biografi. Kata biografi berasal dari kata bios dan grafi, bios dalam bahasa Yunani berarti hidup atau kehidupan, dan grafi atau graphien berarti menulis atau penulisan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2001:155) biografi adalah riwayat hidup (seseorang) yang ditulis oleh orang lain.
Menurut Moh. Nazir (2011:53) …Yang diteliti dalam biografis yaitu sifat-sifat, watak, pengaruh, baik pengaruh lingkungan maupun pengaruh pemikiran dan ide dari subjek penelitian dalam masa hidupnya, serta pembentukan watak figure yang diterima selama hidupnya.
Jadi menceritakan atau menulis riwayat hidup atau biografi seseorang seperti halnya Pangeran Abu Bakar, yaitu menceritakan mengenai awal kelahirannya, masa kecil hingga dewasa, dan menceritakan hal-hal yang telah beliau lalui hingga akhir hayatnya.
Pangeran Abu Bakar dilahirkan di Martapura pada tahun 1857. Ayahnya adalah Pangeran Singosari atau Abdullah Wijaya bin Sultan Sulaiman yang juga merupakan saudara dari Sultan Adam Al Wasyikbillah. Pangeran Abu Bakar merupakan keturunan bangsawan dari Raja Banjar yang gigih dalam menegakkan kebenaran dimasyarakat.
Pangeran Aabu Bakar adalah anak kedua dari empat bersaudara. Saudara yang pertama bernama Pangeran Amin, yang kedua adalah Pangeran Abu Bakar Sendiri, yang ketiga bernama Pangeran Surya, dan yang keempat seorang perempuan yang bernama Putri Anjung.
Sebagai anak bangsawan, Pangeran Abu Bakar tidak hanya memerlajari ilmu-ilmu kenegaraan saja. Akan tetapi beliau juga mengkaji dan mendalami ilmu agama.
Cukup banyak orang yang dijadikan guru atau tempat menimba ilmu agama oleh Pangeran Abu Bakar. Namun, gurunya yang terkenal yaitu Rahmat Hidayatullah atau Syekh Jamaluddin dan Habib Al-Idrus, dengan beliaulah Pangeran Abu Bakar banyak menimba ilmu agama.
Pangeran Abu Bakar wafat pada tanggal 10 Syawal1348H/1927M dalam usia 70 tahun dan di makamkan di Desa Marindi Kecamatan Haruai Kabupaten Tabalong. 
2.2  Desa Marindi Tempat Untuk Berdakwah
Ditinjua dari segi bahasa dakwah berarti panggilan, seruan atau ajakan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2001:232) dakwah adalah penyiaran agama dan pengambangannya dikalangan masyarakat, seruan untuk memeluk, mempelajari, dan  mengamalkan agama.
Menurut Prof. Toha Yahya Oemar (Wahidin Saputara, 2011:1) menyatakan bahwa dakwah islam sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
Jadi, Dakwah yang dilakukan oleh Pangeran Abu Bakar yaitu bertujuan untuk menyiarkan agama Islam di desa Marindi agar masyarakat memeluk agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Desa Marindi adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Haruai kabupaten Tabalong. Sebelah barat berbatasan dengan desa Wirang dan sebelah Timur berbatasan dengan desa Kinarum. 
Menjelang akhir kekuasaannya konflik internal Kesultanan Banjar makain hari semakin parah. Hal ini dikarenakan campur tangan Belanda di dalamnya. Belanda menggunakan politik Devide in empera atau yang sering disebut sebagai politik adu domba dalam upaya menguasai Kesultanan Banjar. Hingga akhirnya Kesultanan Banjar dihapuskan oleh Belanda tahun 1860.
Penghapusan Kesultanan Banjar yang dilakukan oleh Belanda pasca perang Banjar pada tahun 1859, mengakibatkan para para tutus dari raja-raja Banjar dan para ulama-ulama banyak hijrah ke hulu sungai. Hijrahnya para tutus raja dan ulama diakibatkan karena kondisi di Martapura yang menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Banjar sudah tidak kondusif lagi. Campur tangan Belanda dalam kesultanan Banjar sudah terlalu jauh, Belanda ikut mengatur sistem pemerintahan di Kesultanan Banjar dan menguasai perdagangan.
Dampak dari penghapusan Kesultanan Banjar cukup besar terutama dalam penyebaran ajaran agama Islam yang sebelumnya giat dilakukan oleh para sultan dan ulama-ulama Kesultanan Banjar. Penyebaran agama Islam awalnya terpusat di Martapura, namun ketika Perang Banjar meletus 1859 hal itu berubah drastis. Penyebaran agama Islam yang dulunya terpusat di Martapura kini berpindah kepedalaman khususnya daerah hulu sungai.
Mengapa demikian? Karena pada waktu itu Belanda melarang atau membatasi ajaran-ajaran Islam disampaikan kepada masyarakat ditakutkan akan membangkitkan perlawanan terhadap Belanda. Dalam ajaran Islam perang melawan Belanda dinyatakan sebagai fisabilillah atau berjuang di jalan Allah dan apabila gugur atau meninggal dinyatakan sebagai mati syahid.
Semenjak penghapusan Kesultanan Banjar 1860 pusat-pusat kegiatan dakwah menyebar keberbagai daerah pedalaman yang jauh dari jangkauan Belanda. Hal ini dikarenakan selain sebagai tempat untuk berdakwah, juga sebagai strategi untuk menyusun kekuatan dari bawah untuk melawan Belanda. Tempat-tempat yang menjadi pusat kegiatan dakwah dan juga markas untuk menyusun kekuatan antara lain Amuntai, Barito Timur, Tabalong dll. Pangeran Abu Bakar sendiri memilih sebuah desa yang terletak di Kabupaten Tabalong yaitu Desa Marindi. Desa Marindi terletak cukup jauh dari pusat kekuasaan Belanda yang terletak di Martapura, sehingga Pangeran Abu Bakar bisa lebih leluasa untuk berdakwah.
Pangeran Abu Bakar menhabiskan sisa hidupnya hingga akhir hayatnya di desa Marindi untuk berdakwah dan juga berjuang melawan penjajahan Belanda. Beliau memiliki beberapa orang istri baik yang berasal dari tutus raja, maupun yang berasal dari penduduk setempat yang awalnya beragama Khaharingan. Perkawinan menjadi salah satu cara atau saluran yang memberi andil besar dalam penyebaran agama Islam.
Seperti yang dipaparkan oleh Yusliani Noor (makalah, 2012:9) perkawinan yang dilakukan oleh Bubuhan tutus Raja-Raja Banjar, dengan berbagai etnis di Banjarmasin, baik etnis dayak, maupun dengan perempuan etnis Malayu, Jawa, Bugis, Makasar dll. Hasil perkawinan Bubuhan Tutus Raja-Raja Banjar sangat cepat member andil terhadap perkembangan Islam di Banjarmasin sejak abad ke-16 hingga abad ke-19.
2.3  Dampak Dakwah Pangeran Abu Bakar Terhadap Masyarakat Desa Marindi
Seperti yang sudah dipaparkan di atas, Marindi adalah sebuah desa tua yang dulunya didiami oleh penduduk asli pulau Kalimantan yaitu suku Dayak. Masuknya pengaruh Islam memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan sosial dan religi masyarakat desa Marindi.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2001:334) menyebutkan “dampak” adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif).
Perubahan atau dampak utama dari masuknya penyebaran Islam ke desa ini yaitu perubahan identitas dari suku Dayak menjadi suku Banjar.
Menurut Saleh dkk (Tajuddin Noor Ganie, 2013:21) memaparkan bahwa pada zaman Kerajaan Banjar (1524-1905) dahulu, orang-orang Dayak yang memeluk agama Kaharingan atau memeluk agama Kristen akan tetap menyebut diri mereka sebagai orang Dayak. Sedangkan orang Dayak yang memeluk agama Islam menyebut diri mereka orang Banjar.
Perubahan identitas suku ini dikarenakan ritual-ritual atau upacara adat suku Dayak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Selain perubahan identitas suku, hampir seluruh masyarakat Desa Marindi sekrang ini memeluk agama Islam. Sedangkan masyarakat yang tidak mau memeluk agama Islam mereka pindah ke desa sebelah yaitu desa Kinarum, Pangelak, Sungai Rumbia dan Upau.
Keberhasilan Pangeran Abu Bakar dalam berdakwah di Desa Marindi dikarenakan keilmuan beliau yang dalam dan juga cara yang beliau gunakan. Dalam berdakwah, beliau tidak hanya mengandalkan lisan semata, meskipun pengaruh beliau di tengah-tangah masyarakat tidak diragukan lagi. Namun untuk lebih menunjang keberhasilan dakwahnya, Pangeran Abu Bakar juga menempuh dakwah melalui perbuatan nyata .
Karna kemampuannya itu aktivitas dakwah  Pangeran Abu Bakar semakin meluas dan melebar. Dakwah Islam yang dibawa oleh beliau tidak hanya terpusat di desa Marindi dan sekitarnya saja seperti Murung Layung dan Lampahungin. Akan tetapi sampai kewilayah kabupaten Balangan dan sekitarnya, tepatnya di desa Buntu Karang sekarang.




BAB III
KESIMPULAN

3.1 Riwayat Hidup Pangeran Abu Bakar
Pangeran Abu Bakar adalah seorang tokoh ulama yang sangat berperan dalam penyebaran agama Islam di desa Marindi, kecamatan Haruai, kabupaten Tabalong. Beliau dilahirkan di Martapura pada tahun 1857 M dan meninggal pada tahun 1925 M. Pangeran Abu Bakar adalah keturunan bangsawan dari Kesultanan Banjar, ayahnya Pangeran Singosari atau Abdullah Wijaya, sedangkan kakeknya adalah Sultan Sulaiman.
3.2  Desa Marindi Tempat Untuk Berdakwah
Desa Marindi menjadi tempat untuk berdakwah bagi Pangeran Abu Bakar. Hal ini dikarenakan konflik istana Kesultanan Banjar yang terletak di Martapura semakin parah. Selain konflik istana di kesultanan Banjar, juga dikarenakan Belanda membatasi kegiatan dakwah yang dikawatirkan akan membangkitkan semangat juang rakyat.  
3.3  Dampak Dakwah Pangeran Abu Bakar Terhadap Masyarakat Desa Marindi
Dampak dari masuknya ajaran Islam ke desa Marindi ini, selain perubahan identitas suku dari suku Dayak menjadi suku Banjar, juga perubahan struktur sosial. Hampir seluruh masyarakat desa Marindi memeluk agama Islam, tatanan kehidupan menjadi lebih baik sesuai dengan ajaran agama Islam.





DAFATAR PUSTAKA

Ganei, Tajuddin Noor, 2013. Sejarah Kehidupan di Tanah Banjar. Kalimantan
Selatan: Tuas Media.

Kadarusman, Gusti, 2006. Manaqib Pangeran Abu Bakar. Martapura : Yayasan
Sulthan Adam.

Nazir, Mohammad, 2011. Metoda Penelitian. Bogor : ghalia indonesia

Seman, M. Syamsiar, 2012. Pangeran Antasari dan Meletusnya Perang Banjar.
Banjarmasin. Lembaga Studi Sejarah Perjuangan dan Kepahlawanan
Kalimantan selatan.
Yusliani Noor. 2012. “Sejarah Perkembangan Islam di Banjarmasin dan Peran Kesultanan Banjar (Abad XV-XIX)”. dalam Seminar Sejarah: Kesultanan, Islam dan Masyarakat Banjar. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat. Tidak diterbitkan

makam pangeran abu bakar di marindi

makam pangeran abu bakar di marindi



Label:

Post a Comment

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Theme images by mammuth. Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget