Oleh : Gusti Irwan Rusadi
11. Dalam “pemberontakan Banua Lima”, sektor
Tabalong menjadi markas Belanda. Pada 15 Mei 1860, rakyat Desa Sungai Buluh
(Kelua) di bawah pimpinan Penghulu Rasyid telah mencegat kapal “BONI” lalu
bertempur, tapi kapal tersebut sempat lolos sampai ke Tanjung. Namun ketika
pulangnya ke Amuntai “BONI” penuh sarat dengan mayat.
22. Residen Surakarta, F. Nieuwenhutjzen,
yang merangkap komisaris pemenrintah Hindia Belanda daerah Afdeeling Selatan
dan Timur Kalimantan, telah memproklamasikan tanggal 11 Juni 1860 bahwa daerah
Kerajaan Banjar dimasukkan ke dalam kekuasaan penjajahan Hindia Belanda.
Kota
Tanjung telah jatuh ke tangan Belanda, di samping ia emngkonsolidasi kekuatan
militer, mereka melakukan penyiksaan-penyiksaan terhadap penduduk dan membakar perkampungan rakyat. Namun tindakan
mereka itu tidak dapat mencegah persatuan dan kesatuan rakyat yang berjuang
dibawah pimpinan Pangeran Hidayatullah, Penghulu Rasyid dan Temenggung Jalil,
panglima pemberontakan Banua Lima.
33. Pada akhir Juli 1860, di kota Tanjung
ada pertemuan rahasia segi tiga antara Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari
dan aji Mas (Putra Kesultanan Pasir Tanah Grogot), untuk membicarakan rencana
serangan umum terhadap kekuatan Belanda di Tanjung. Saat itu Aji Mas memberikan
bantuan 4 buah meriam, 8 peti mesiu dan senjata api lainnya, untuk keperluan
penyerangan tersebut.
44. Pada tanggal 9 Agustus 1860, berangkat
dari Desa Karangan Putih, Pangeran Antasari bersama 500 orang anak buahnya
telah menyerang pertahanan Belanda di Kelua.
Namun
tak di duga sebelumnya, bala bantuan musuh di bawah pimpinan Letnan van Emde
datang dari Amunatai, sehingga pasukan Antasari terpaksa mundur dengan
berjatuhan korban.
Gerilyawan
raksat tersebut menyusun kekuatan kembali di sekitar tanjung untuk suatu
penyerangan umum, dimana kota Tanjung pada waktu itu dipertahankan oleh Letnan
van Der Wijck.
55. Pahlawan Nasional Pangeran Antasari,
dengan didampingi Penghuku Rasyid, pada tanggal 17 Agustus 1860 di Tanjung
(Tabalong) telah mengumumkan serangan umum terhadap kekuasaan Belanda, ditandai
dengan pengibaran bendera perjuangan berwarna merah dengan sepasang keris
bersilang.
Namun
sejak saat itu Tabalong menjadi kancah pertempuran rakyat, sampai pada tanggal
24 Agustus 1860 di sini telah gugur 130 orang pejuang sebagai kusuma bangsa.
66. Selama seminggu, dari tanggal 12 s/d 18
Oktober 1861, terjadi pertempuran di kampung Habau dan Hariang, antara anak
buah Penghulu Rasyid bersama Haji Badar, melawan kekuatan Belanda yang dipimpin
oleh Kapten Thelen.
Pihaknya
Penghulu Rasyid dan Haji Badar bermarkas di masjid Pasar Arba, dengan
berpakaian jubah putih, mereka menyerang serdadu Belanda sambil menyerukan “La
ila ha illallah, Allahu akbar.” Dalam kancah perjuangan di Pasar Arba ini telah
gugur 160 syuhada, bersamaan pula dengan gugurnya 18 syuhada di Teluk Pelayang.
77. Pada 15 Desember 1861, kapal meliter
Belanda "VAN OS”, di bawah pimpinan Letnan Cateau Van Rosevelt, telah memasuki
sungai Hanyar menuju pertahanan Penghulu Rasyid di Banua Lawas.
Pasukan
penjajah itu diperkuat lagi dengan bantuan militer dari Banua Rantau yang
berjalan kaki, untuk menumpas kekuatan rakyat tersenut. Hati itu pos-pos
pertahanan rakyat di Banua Lawas di bumi hanguskan oleh Belanda, namun Letnan
Rosevelt sendiri mati ditembak oleh anak buah Penghulu Rasyid, disamping
korban-korban lainnya.
88. Belanda mengumumkan, barang siapa yang
dapat menangkap hidup atau mati Penghulu Rasyid, atau membawa penggalan
kepalanya, ia akan diberikan hadiah uang 100 Gulden dan bebas pajak 7 turunan.
Maka
tergiurlah para penghianat dalam kesempatan untuk mencari keuntungan, lalu
mereka mencari-mencari Penghulu Rasyid, yang saat itu sedang menyembunyikan
dirinya di bawah pohon Berunai. Akibat pertempuran melawan Belanda, sebelah
kakinya terluka dan ia terpencil sendirian.
99. Seorang kawan seperguruan, yang juga
teman seperjuangan Penghulu Rasyid telah berkhianat karena serakah akan hadiah
besar, orang tersebut berhasil menemukan Penghulu Rasyid dipersembunyiannya dan
akan memenggal kepala Pahlawan itu.
Penghulu
Rasyid minta waktu untuk bersembahyang 2 rakaat dan setelah itu ia meninggal,
namun kepalanya tetap dipotong dan kepala itu dibawa kepada penguasa di kota
Tanjung.
1 Belanda berterima kasih, kepada
penghianat itu diberikan hadiah 1000 Gulden dan hak bebas pajak 7 turunan.
Jenazah Penghulu Rasyid tanpa kepala dimakamkan di dekat Masjid Pasar Arba,
Banua Lawas.
Gambar ukiran relief
perjuangan rakyat tabalong periode “perang banjar” (1859-1865) ini sebernarnya
terdiri dari 5 periode dan tulisan ini hanya sebagian dari periode pertama
“Perang Banjar”. Pada relief ini diceritakan bagaimana perjuangan Pangeran
Hidayatullah, Pangeran Antasari, Penghulu Rasyid dan pejuang lainnya.
Penjelasan dan gambar sketsa perjuangan rakyat Tabalong ini di susun oleh Anggraini
Anemas beserta timnya pada tahun 1984 berdasarkan hasil penelitian lapangan,
wawancara dan referensi dalam perpustakaan kerja.
Dalam sebagian catatan
yang saya dapatkan di Perpustakaan Daerah Tabalong, tulisan ini diberikan oleh
sambutan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Tabalong yaitu H. Dandung
Suchrowardi.
“Sejarah jangan
disimpan, tetapi harus kita pelajari, kita ceritakan kepada anak cucu kita,
agar mereka mengerti bagaimana perjuangan para pahlawan bangsa dalam mengusir
penjajah Belanda. Mengajarkan sejarah kepada generasi muda akan menumbuhkan
rasa nasionalisme, sikap pantang menyerah, sikap gotong royong, sikap setia kawan dan masih banyak lagi manfaat yang bisa didapatkan dari mempelajari
sejarah. Dengan mempelajari sejarah, anak-anak kita dapat ditanamkan pendidikan
karakter sejak usia dini”
Post a Comment