Halloween Costume ideas 2015

HARUAI-WIRANG.blogspot.com

LATAR BELAKANG KELUARGA DAN KETURUNAN PANGERAN H. ABU BAKAR

LATAR BELAKANG KELUARGA DAN KETURUNAN PANGERAN H. ABU BAKAR

LATAR BELAKANG KELUARGA DAN KETURUNAN PANGERAN H. ABU BAKAR

A.      Latar Belakang Keluarga Pangeran H. Abu Bakar
Pangeran Abu Bakar lahir dari keluarga bangsawan yang cukup terpandang di Kerajaan Banjar. Beliau dikenal orang sebagai keturunan dari Raja Banjar yang gigih dalam menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar. Dilihat dari keturunan pihak ayah adalah Pangeran Abu Bakar anak dari Pangeran Singosari atau Abdullah Wijaya bin Sultan Sulaiman sedang ibunya adalah Putri Halimah. Sultan Sulaiman merupakan Sultan Banjar yang mulai memerintah pada tahun 1801 menggantikan ayahnya Sultan Tahmidillah II. Pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman, pusat pemerintahan berada di Karang Intan, Kabupaten Banjar. Sultan Sulaiman dikenal pula dengan nama Sultan Sulaiman Saidullah II atau Sultan Sulaiman Rahmatullah. Beliau mendapat gelar Sultan Muda sejak tahun 1767 ketika berusia 6 tahun dari ayahnya Susuhunan Nata Alam agar penggantinya tetap pada garis keturunannya. Sultan Sulaiman melantik puteranya Pangeran Adam sebagai raja muda dengan gelar Sultan Adam, kemudian dia sendiri mengambil gelar Panembahan Sepuh. Sultan Sulaiman memerintah sejak tahun 1801 dan mangkat dari jabatannya pada tahun 1825. Ketika Sultan Sulaiman mangkat dari jabatannya ia digantikan oleh anaknya yaitu Sultan Adam yang memerintah dari tahun 1825 sampai 1857.
Anak-anak Sultan Sulaiman terdiri 18 orang yaitu anak laki-laki 12 orang dan anak perempuan 6 orang. Sultan Sulaiman memiliki permaisuri yang merupakan puteri Adipati Banua Lima (golongan Anang/Nanang-nanangan Raja) yaitu Nyai Ratna bergelar Nyai Ratu Sepuh binti Kiai Adipati Singasari yang dikaruniai 6 anak yaitu :
1.      Sultan Adam
2.      Pangeran Husin bergelar Pangeran Mangku Bumi Nata
3.      Pangeran Perbatasari
4.      Ratu Haji Musa
5.      Pangeran Kasir
6.      Ratu Salamah/Ratu Sungging Anum
Putera-puteri dari istri lainnya:
  1. Gusti Hadijah bergelar Ratu Mashud, menikahi Pangeran Mashud (orangtua Pangeran Antasari).
  2. Pangeran Tahmid (anak Nyai Argi)
  3. Pangeran Singosari (anak Nyai Argi)
  4. Pangeran Musa (anak Nyai Ratna)
  5. Pangeran Sungging Anum (anak Nyai Ratna)
  6. Pangeran Ahmad (anak Nyai Cina)
  7. Pangeran Kacil/Pangeran Hasan (anak Nyai Cina)
  8. Pangeran Tasin (anak Nyai Cina)
  9. Pangeran Jamain/Pangeran Wahid (anak Nyai Cina)
  10. Ratu Karta Sari (anak Nyai Unangan) menikahi dengan Pangeran Kartasari bin Pangeran Sungging Anom bin Ratu Anom Mangku Dilaga.
  11. Ratu Marta
  12. Gusti Kacil/Gusti Umi
Dari 18 anak Sultan Sulaiman ini, Sultan Adam lah yang berhak menggantikan ayahnya menjadi Sultan, karena ia anak tertua dari anak seorang Putri atau Ratu. Sedangkan Pangeran Singosari merupakan "perwakilan" Kerajaan Banjar di Banua Lima pada masa pemerintahan Sultan Adam. Pada waktu kemelut Perang Banjar, hanya Pangeran Singosari dan Pangeran Surya Mataram (anak Sultan Adam) yang masih dipercaya oleh rakyat Banjar sebagai tempat mengadukan segala permasalahan pada masa itu. Pangeran Singosari merupakan "perwakilan" Kesultanan Banjar di Banua Lima.[1]
Pangeran Singosari adalah adik dari Sultan Adam namun berbeda ibu. Sejak kecil Pangeran Singosari bersama saudara-saudara dibesarkan di Martapura hingga dewasa. Ketika sudah dewasa Pangeran Singosari menikah dengan perempuan bernama Putri Halimah. Dari pernikahan ini lah kemudian lahir Pangeran Abu Bakar. Ketika Sultan Adam naik tahta menjadi Sultan Kerajaan Banjar, Pangeran Singosari yang merupakan saudaranya mendapat amanat atau jabatan sebagai perwakilan Kerajaan Banjar di Banua Lima. Karena mendapat amanat tersebut, Pangeran Singosari pun menjalankan tugasnya dan beliau meninggalkan Martapura dan tinggal di Kalua. Namun, istrinya tetap tinggal di Martapura membesarkan anak-anak mereka.
Sebagai keturunan dari bangsawan Kerajaan Banjar, Pangeran Abu Bakar cukup disegani di masyarakat terutama di Desa Marindi tempat beliau berdakwah dan menghabiskan sisa umurnya. Namun, walaupun demikian Pangeran Abu Bakar disegani dan dihormati bukan hanya karena keturunan dari keluarga bangsawan, tetapi juga karena ketinggian ilmu beliau dalam bidang agama yang selalu gigih dalam mengajak masyarakat kejalan yang benar. Kedisiplinan yang selalu melekat dalam pada diri Pangeran Abu Bakar merupakan warisan dari nenek moyangnya yang memang memiliki rantai silsilah dari Raja-Raja Banjar.

B. Kehidupan Rumah Tangga
Ketika usia Pangeran Abu Bakar sudah beranjak dewasa dan sudah mencukupi syarat untuk berkeluarga maka atas petunjuk dan dukungan keluarga beliaupun mulai membina hubungan rumah tangga. Dalam kehidupannya Pangeran Abu Bakar mempunyai tiga orang istri. Ketiga istri beliau ini hidup rukun, tidak ada perselisihan dan hidup dalam satu rumah.[1] Adapun ketiga istri beliau tersebut, yaitu :
1)   Istri yang pertama yaitu Putri Bagus
2)   Istri yang kedua yaitu Nyai Tirawa
3)   Istri yang ketiga yaitu Piah
Dari perkawinan dengan istri pertama Putri Bagus melahirkan tiga orang anak, yaitu :
1)   H. Gusti Intan
2)   Gusti Umar
3)   H. Gusti Seman
Gusti Umar anak Pangeran Abu Bakar yang kedua ini menghasilkan keturunan, yaitu: Gusti Abdullah, Gusti Jahrah, Gusti Jumri, dan Gusti Khadijah. Dari pasangan Gusti Jumri dengan Hajah Kartinah melahirkan Pangeran Khairul Saleh bupati Kabupaten Banjar sekarang. Pangeran Khairul Saleh mempunyai lima orang saudara, yaitu: Gusti Kadarusman, Gusti Abu Bakar, Antung Fatmawati, Antung Fatimah, dan Gusti Sulaiman Razak.
Kemudian Pangeran Abu Bakar kawin lagi dengan seorang perempuan yang bernama Nyai Tirawa. Nyai Tirawa ini merupakan perempuan dari Suku Dayak Deah yang dulunya mendiami daerah di Desa Marindi dan sekitarnya kemungkinan besar adalah anak kepala suku Dayak.
Menurut paparan ibu Norbayah:
“Nyai Tirawa itu dipanggil Tuan Nyai. Dipanggil Nyai karena Pangeran Abu Bakar ini kawin dengan Jaba (rakyat bisa yang tidak memiliki keturunan bangsawan). Sidin itu mulai lagi anum (muda) sudah terlihat bungas (cantik) bahkan sampai sidin tua. Paling bungas diantara bini-bini (istri) yang lain. Sidin itu bisa dikatakan bunga desanya di sini”.[2]

Perkawinan Pangeran Abu Bakar dengan Nyai Tirawa ini menghasilkan suatu ikatan kekeluargaan anatara Pangeran Abu Bakar dan para pengikutnya yang beragama Islam dengan Suku Dayak Deah yang menganut kepercayaan Kaharingan. Selain itu, perkawinan ini juga dimaksudkan untuk memperkuat jaringan dakwah Pangeran Abu Bakar di Desa Marindi dan sekitarnya. Dengan melakukan perkawinan ini Pangeran Abu Bakar lebih mudah mendakwahkan Islam kepada masyarakat yang masih menganut kepercayaan nenek moyang atau lebih dikenal dengan Kaharingan, hal itu bisa dimulai dari keluarga sang istri.
Perkawinan Pangeran Abu Bakar dengan Nyai Tirawa ini melahirkan 6 orang anak, yaitu:
1)        H. Gusti Dakhlan
2)        Gusti Bulan
3)        Gusti Mastura
4)        Gusti Maimunah
5)        Gusti Ramli
6)        Gusti Masaid
Istri Pangeran Abu Bakar yang ketiga juga berasal dari keturunan rakyat biasa, yaitu Piah. Istri yang ketiga ini berasal dari Desa Buntu Karau, Kabupaten Balangan sekarang. Ketika beliau berdakwah ketempat ini yang jaraknya berpuluh-puluh kilometer, mengharuskan beliau untuk tinggal beberapa saat. Beliau tidak bisa langsung pulang setelah berdakwah karena jaraknya yang cukup jauh. Di sinilah Pangeran Abu Bakar bertemu dengan Piah salah satu perempuan yang ada di desa tersebut. Perkawinan Pangeran Abu Bakar dengan Piah ini hanya menghasilkan satu orang keturunan, yaitu Gusti Bandara.
Dalam kehidupan rumah tangga, Pangeran Abu Bakar adalah orang yang adil dan bertanggungjawab terhadap keluarganya. Ketiga istrinya hidup dengan rukun dalam satu rumah, tidak pernah terjadi perselisihan.
Seperti penuturan ibu H. Arfah:
“orang zaman dulu itu biasa dimadu (beristri lebih dari satu). Apalagi kalau dimadu oleh seorang ulama seperti Pangeran Abu Bakar. Sidin/beliau itu mempunyai tiga orang istri yang hidup rukun dalam satu rumah. Ke-tiga istri sidin ini kada suah bekalahi (tidak pernah bertengkar), malah sangat akrab kaya badingsanak (seperti bersaudara)”.[3]

Sampai sekarang para keturunan dari Pangeran Abu Bakar ini tersebar dibeberapa wilayah di Kalimantan Selatan di Martapura, Kalua, Balangan, Haruai, Uya, Jaro dan sebagian besar masih tinggal di Desa Marindi. Selain di Kalimantan Selatan keturunan Pangeran Abu Bakar ada juga di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Keturunan Pangeran Abu Bakar dari garis laki-laki masih menggunakan nama gusti, nama bangsawan para keturunan Kerajaan Banjar, sedangkan keturunan dari pihak perempuan tidak lagi menggunakan nama gusti.
Ada yang unik dari keturunan Pangeran Abu Bakar ini khususnya di Desa Marindi. Apabila anak laki-laki yang bergelar gusti lahir maka rambut dibagian belakang dibiarkan tumbuh panjang hingga anak tersebut berusia kurang lebih 7 tahun atau apabila anak tersebut sudah bisa berenang di sungai (banyalam di sungai)  baru boleh dipotong. Apabila rambut tersebut dipotong sebelum waktunya, maka mitos yang ada di masyarakat anak tersebut akan sakit (garing). Rambut yang dibiarkan tumbuh panjang ini dinamakan andin. Kemungkinan besar andin digunakan untuk menandakan keturunan dari bangsawan pada waktu itu.



[1] H. Arfah, wawancara 22 Mei 2014.
[2] Nor Bayah, wawancara  9 April 2014
[3] H. Arfah, wawancara 22 Mei 2014


[1] H. Pangeran Khairul Saleh (Bupati Kabupaten Banjar), wawancara 10 Agustus 2014
Label:

Post a Comment

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Theme images by mammuth. Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget