Halloween Costume ideas 2015

HARUAI-WIRANG.blogspot.com

2016




Melihat manfaat besar menulis, maka kita harus memotivasi diri menjadi seorang penulis handaL di masa depan. Kalimat di bawah ini semoga bisa menggugah semangat kita untuk menulis:
Dengan menulis, aku ada
Dengan menulis, aku hidup
Dengan menulis, aku membaca
Dengan menulis, aku mengetahui
Dengan menulis, aku diketahui
Dengan menulis, aku mengerti
Dengan menulis, aku dimengerti
Dengan menulis, aku menghargai
Dengan menulis, aku dihargai
Dengan menulis, aku berubah
Dengan menulis, aku mengubah
Dengan menulis, aku beribadah
Dengan menulis, aku berdakwah
Dengan menulis aku bersaudara
Dengan menulis, aku mengabdi
Dengan menulis, aku menjadi diri sendiri

Imam Gazali berkata, “Kalau engkau bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis. Dengan menulis kita bisa mencerdaskan berjuta-juta manusia tanpa batas.”

Ulil Abshar Abdalla berkata, “Setelah membaca buku Tuan Ong itu, saya memperoleh kesan bahwa memang budaya tulis jauh lebih superior ketimbang budaya lisan. Pelan-pelan, mau apa tidak, budaya lisan akan tergusur, susut, dan digantikan dengan budaya tulis”.

Alvin Toffer berkata, “Dunia bergerak kea rah tiga gelombang: dari gelombang pertanian, menuju gelombang industri, dan akhirnya sampai kepada gelombang informasi.”

Habiburrahman el-Syirazi berkata, “Menulis ibarat berenang atau main kungfu, seribu teori yang dipelajari dan dikaji, tanpa dipraktekkan, tidak akan berhasil.”

Kalimat yang keluar dari penulis-penulis handal di atas semoga memberikan siraman sepirit kepada kita untuk cepat-cepat memulai dunia tulis menulis yang sangat menantang. Merak sudah berhasil membuktikannya dengan kesuksesan gemilang. Menjadi hak semua orang untuk mengikuti jejak mereka, bahkan lebih sukses dari mereka.

Semoga bermanfaat.




1.      Sunset Di Gunung Jawuk (Rumah Pohon)

sunset di rumah pohon

Bagi kalian penikmat sunset atau kalian yang ingin menutup hari dengan menyaksikan indahnya matahari tenggelam khususnya yang bertempat tinggal di kabupaten Tabalong, saya sarankan untuk berkunjung ke Gunung Jawuk. Di gunung Jawuk ini kalian bisa menikmati indahnya matahari tenggelam dari rumah pohon yang buat oleh masyarakat setempat. Lalu dimana tepatnya lokasi Gunung Jawuk ini??????

Gunung Jawuk sebenar bukan sebuah gunung yang menjulang tinggi tetapi hanya sebuah bukit-bukit, namun kebiasaan mayarakat menyebut bukit dengan sebutan gunung. Gunung Jawuk ini terletak di Desa Kinarum, Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Mayoritas penduduk yang mendiami Desa Kinarum adalah Dayak Deah. Desa Kinarum terletak 45 Km dari pusat kota Tanjung dan 5 Km dari pusat kecamatan upau. Jarak desa Kinarum dengan rumah pohon kurang lebih ½ Km dengan akses jalan yang sangat mudah.

Gunung Jawuk atau yang sering disebut rumah pohon bisa dikatagorikan sebagai objek wisata. Mengapa demikian? Karena sejak sebarnya informasi tentang keberadaan rumah pohon oleh orang-orang di luar desa Kinarum pada 2014, orang-orang makin ramai berkunjung ketempat tersebut. Gunung Jawuk/rumah pohon memiliki daya tarik sendiri, yaitu berupa pemandangan dan bentanggan alam yang sangat memanjakan mata. Dari atas rumah pohon kita bisa melihat sejauh mata memandang dan juga bentangan dari deretan pegunungan Meratus.

Bagi pengunjung yang ingin menikmati sunset di Gunung Jawuk saya sarankan untuk berkunjung ke sana pada musim panas/kemarau, karena kemungkinan melihat matahari tenggelam dengan sempurna sangat besar. Jika kalian datang pada musim hujan kemungkinan besar matahari tertutup awan bahkan mungkin terjadi hujan. Tempat ini menjadi rekomendasi bagi para pengunjung yang ingin menikmati sunset khususnya yang berada di Kabupaten Tabalong. Karena di Tabalong sangat sedikit tempat yang pas untuk menikmati matahari tenggelam.

2.      Bukit Mambanin

mambanin

Bukit Mambanin adalah salah satu bukit yang terletak tidak jauh dari lokasi objek wisata Riam Mambanin. Jarak antara Bukit Mambanin dengan air terjuan Riam Mambanin hanya berjarak kurang lebih 300 M. Untuk menuju lokasi bukit Mambanin hanya dapat di akses dengan berjalan kaki dimulai dari air terjun karena jalan menuju lokasi hanya jalan setapak dan lumayan menanjak.

 

Seperti halnya gunung ataupun bukit pada umumnya, ketika seseorang berada di atasnya pasti akan mendapatkan pemandangan yang luar biasa. Dari atas bukit mambanin kita bisa melihat pemandangan yang indah sejauh mata memandang. Dari atas tersebut juga kita bisa melihat perkampungan desa Marindi, hamparan sawah, perusahaan semen PT. Conch dan lain-lain. Di Bukit Mambanin kita dapat juga menikmati sunset karena arah pandangannya tepat ke arah Barat.

 BACA JUGA:



Riam Mambanin.

air terjun riam mambanin
Kalau di lihat akhir-akhir ini objek wisata alam menjadi tren anak-anak muda saat ini. Baik itu objek wisata mendaki gunung, berenang di pantai dan juga petualangan keluar masuk hutan. Tren wisata seperti ini juga tidak lepas dari beberapa televisi swasta yang berlomba menayangkan acara-acara petualangan dengan mengexplore berbagai tempat wisata alam yang ada diberbagai daerah di Indonesia. Nah, berikut ini saya akan mengulas sedikit tentang tempat wisata yang ada tidak jauh dari tempat tinggal saya, yaitu objek wisata Riam Mambanin. Riam Mambanin adalah sebuah objek wisata alam yang menawarkan sebuah keindahan air terjun dikombinasi dengan keindahan bebatuan besar dan rimbunnya hutan di sekitar.

1. Lokasi Objek Wisata Riam Mambanin
Riam Mambanin ini terletak di desa Marindi, Kecamatan Haruai, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Jarak tempuh dari Tanjung (ibu kota kabupaten Tabalong) yaitu kurang lebih 35 km dan waktu tempuh kurang lebih 1 jam. Sedangkan jarak dari kantor kecamatan Haruai ke Riam Mambanin yaitu kurang lebih 15 km dan waktu tempuh kurang lebih 30 menit. Sedangkan dari desa Marindi menuju lokasi objek wisata bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih 10 menit.

Kalau kalian ingin berkunjung ketempat wisata ini yang kebetulan jauh dari tempat tinggal kalian atau belum pernah sama sekali ketempat ini, berikut saya berikan informasi rute perjalanannya. Jika kalian pengunjung yang berasal dari kota Tanjung atau daerah selatan kabupaten Tabalong, kalian bisa menggunakan jalan trans Kalsel-Kaltim menuju arah Kaltim. Kurang lebih 30 km kalian akan sampai di desa Wirang, nah di situ terdapat persimpangan yang dikenal dengan Simpang Ampat, ketika sampai di simpang ampat belok kanan kurang lebih 2 km kalian akan sampai di desa Marindi. Kalau pengunjung yang berasal dari M.Uya, Jaro hingga kaltim sebaliknya mengambil arah belok sebelah kiri ketika sampai di simpang empat Wirang.

2. Keindahan Air Terjun Riam Mambanin
Alam selalu menawarkan keindahannya. Ciptaan-Nya adalah adalah lukisan terindah. Jutaan kata tidak pernah akan mampu mendeskripsikan keindahan ciptaan-Nya. Manusia hanya setitik tinta kecil di dalam kanvas lukisan-Nya. Hanya puja-puji syukur yang diucapkan ketika memandang ciptaannya.

Ya, alam selalu menawarkan keindahan. Bagitu juga dengan Riam Mambanin, diciptakan dengan indah oleh Sang Maha Pencipta. Mambanin adalah nama sebuah sungai yang bersumber dari pegunungan dan bermuara di sungai Kinarum desa Marindi. Sedangkan Riam diartikan sebagai bagian sungai yang berarus deras dan berbatu (jeram). Jadi Riam Mambanin dapat diartikan sebagai sungai Mambanin yang berarus deras. Sungai Mambanin bukan termasuk sungai besar karena lebarnya hanya sekitar 3-5 meter saja, tetapi sungai ini menjadi unik dan indah karena ia melewati bebatuan besar yang ada disekitarnya sehingga air yang melewati bebatuan tersebut terlihat putih susu. Bisa dilihat di foto!.

Objek wisata Riam Mambanin ini sebenarnya terbagi beberapa spot/tempat. Tempat pertama dan menjadi tujuan utama para pengunjung yaitu sebuah air terjuan setinggi 5 meter dan lebarrya kurang lebih 2-3meter (bisa dilihat di foto). Tempat inilah yang biasanya paling ramai dikunjungi terutama pada hari-hari libur. Air terjun ini menyajikan pemandangan yang indah, sebuah air terjun dengan kombinasi rimbunnya pepohonan disekitar membuat pengunjung dimanjakan pemandangannya oleh alam. Ditambah dengan sejuknya udara khas pegunungan membuat orang betah berada ditempat tersebut.

Spot ke-dua terletak tidak jauh dari lokasi air terjuan yang pertama kurang lebih 200 meter. Lokasi ke-dua ini bisa di akses dengan naik kendaraan ataupun berjalan kaki, tetapi jalannya aga sedikit menanjak. Di spot ini tidak ada air terjun setinggi di spot pertama, tetapi di sini juga tidak kalah indahnya. Jeram-jeram kecil yang bertingkat memutih melewati bebatuan menjadi sajian yang bisa dinikmati pengunjung. Dan tempat yang paling menarik yaitu sebuah batu besar yang di tengahnya dilewati oleh aliran sungai Mambanin sehingga membentuk sebuah trowongan. Namun disayangkan akses menuju tempat ini masih bisa dikatakan cukup sulit karena belum ada jalan yang dibuatkan khusus, yang ada hanya jalan setapak yang dibuat beberapa pengunjung yang pernah ke tempat ini.

3. Mitos Riam Mambanin
Selain menawarkan keindahan alamnya, air terjun Riam Mambanin juga memiliki mitos-mitos (sesuatu yang diyakini benar-benar terjadi) yang berkembang di masyarakat khusus masyarakat desa Marindi. Mitos ini berkaitan dengan hal-hal gaib yang ada di wilayah air Terjun Riam Mambanin.mitos yang pertama yaitu adanya larangan kepada para pengunjung untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak baik seperti perkataan-perkataan jorok, membuang sampah sembarangan dan berbuat mesum ditempat tersebut. Apabila melakukan hal-hal di atas maka menurut kepercayaan masyarakat akan mendapatkan karma (kapuhunan). Mitos yang kedua yaitu berhubungan dengan keberadaan orang-orang gaib penunggu air Terjun Riam Mambanin. Menurut cerita masyarakat di sekitaran air terjun Riam Mambanin merupakan tempat persembunyian para pejuang keturunan Kerajaan Banjar (pagustian) pada masa Perang Banjar. Dari hasil penelitian saya di Desa Marindi untuk kelengkapan data sekripsi yang berjudul Biografi P.H. Abu Bakar menemukan fakta bahwa di Desa Marindi ini merupakan kampung “Pagustian” yang mana pada akhir Perang Banjar yang menjadi pemimpin di daerah tersebut adalah P.H. Abu Bakar. Beliau adalah seorang ulama sekaligus pejuang pada waktu itu. Ketika tentara belanda berhasil menguasai daerah di sekitar Marindi atau yang waktu itu disebut Lowu Sia, para pejuang/pagustian bersembunyi di sekitar air terjun Riam Mambanin dan menurut kepercayaan masyarakat mereka ini gaib dan masih ada hingga sampai saat ini.

Adapun mitos yang lainnya yaitu terkait adanya lobang batu yang membentuk seperti kawah, yang mana oleh masyarakat disebut sebagai “kawah wadai kiping”. Menurut cerita, pada jaman dulu ketika para pejuang Perang Banjar bersembunyi di dekat air terjun mereka memasak “wadai kiping” dengan menggunakan sebuah kawah, tetapi ternyata pasukan Belanda berhasil menemukan persembunyian para pejuang tersebut. Ketika mengetahui pasukan Belanda sudah dekat mereka cepat-cepat lari dan bersembunyi. Nah, “wadai kiping” yang dimasak di dalam kawah tadi pun ditinggalkan begitu saja dan menjadi batu hingga saat ini. Seperti itulah kira-kira asal usul terbentuknya ‘Kawah Wadai Kiping” menurut cerita masyarakat, terlepas banar atau tidak, Wallahu a’lam. Ini hanya mitos. 

BACA JUGA:
 



RIWAYAT SINGKAT

LATAR BELAKANG  DAN PERJUANGAN  GUSTI BUASAN

makam gusti buasan
Makam Gusti Buasan
Diriwayatkan oleh       :  Mahlan (Kepala Desa Lampahungin tahun 1991) dan Haji Diris
    (Penghulu Murung Pudak) pada Rabu, 1 Mei 1991.
Tempat                        : Lokasi Makam Gusti Buasan di Desa Lampahungin, Kecamatan Haruai.
Di tulis ulang oleh       : Gusti Irwan Rusadi (Juran, 30 Juli 2014)

I.       Latar Belakang
Adanya pengumuman Pemerintah Hindia-Belanda, yang dalam hal ini Residen F.N Nieuwenhuizen tanggal 11 Juni 1860 mengenai hak tanah kerajaan Kuin, Martapura dan Amuntai akan dihapuskan dan Pangeran Hidayat diberi ultimatum untuk menyerah kepada Kompeni Belanda. Dengan pengumuman dan ultamatum tersebut seluruh rakyat Banjar termasuk wilayah di Hulu Sungai dan Tabalong menentang Pemerintahan Hindia-Belanda dan siap mengangkat senjata untuk menentang penjajah Belanda. Perang banjar dilanjutkan yang dalam hal ini sebagai kordinator Perlawanan Rakyat dipimpin oleh Pangeran Hidayat dan Pangeran Antasari.

Sedang sebelumnya diberbagai tempat telah timbul pemberontakan rakyat terhadap Kompeni Belanda, diantaranya di Kalimantan Tengah yang meliputi wilayah Kapuas, Muara Teweh, Barito, Kota Waringin dan sekitarnya dipimpin langsung oleh Pangeran Muhammad Seman (putra Pangeran Antasari) di bantu oleh panglimanya bernama “BATUR” (Panglima Batur). Di martapura meliputi Riam Kanan, Cempaka, Karang Intan dan sekitarnya dipimpin oleh “DEMANG LEHMAN”, di Pelaihari yang meliputi wilayah Sabohor, Takisung, Batu Tongko dan sekitarnya dipimpin oleh “HAJI BUYASIN”. Di Kandangan dan sekitarnya dipimpin oleh “ANTALUDDIN”, di Amuntai dan sekitarnya dipimpin oleh “TEMANGGUNG JALIL”, sedang di Tabalong yang meliputi wilayah Banua Lawas, Kalua, Tanjung, Tanta dan sekitarnya dipimpin oleh “PENGHULU RASYID”.

Sebagai akibat dari pengumuman Residen F.N Nieuwenhuizen tanggal 11 Juni tersebut diatas, maka pihak Pangeran Antasari yang didampingi oleh Penghulu Rasyid dan Datu Bagulung memproklamirkan pernyataan perang terhadap Kompeni Belanda tanggal 17 Agustus 1860 yang ditandai dengan pengebaran bendera berlukiskan keris bersilang warna merah di Kota Tanjung. Penghulu Rasyid telah mempersiapkan sebelumnya kubu-kubu pertahanan di Tabur, Muara Sungai Hanyar, di Kalua, Sungai Buluh, Pamarangan dan Puain dan terakhir pertahanan terkuat di Tanjung (Murung Ujung).

Pertempuran telah terjadi di mana-mana dan telah berlangsung selama 7 (tujuh tahun) dari tahun 1859-1865. Akhirnya karena tidak seimbangnya kekuatan persenjataan dan juga personil Belanda yang didatangkan dari Batavia, Semarang dan Banjarmasin, perlawanan dari hari kehari semakin menurun disamping juga karena adanya faktor penghianatan yang semakin menjadi-jadi karena pengaruh tahta dan harta. Selain itu faktor pimpinan perjuangan satu demi satu gugur dan berpulang ke rahmatullah setelah berjuang dalam jihatnya. Adapun para pemimpin yang gugur dan juga berhasil ditangkap sebagai berikut:
1.      Pangeran Hidayatullah tertawan dan berpulang ke rahmatullah dalam masa tahanan di Cianjur tahn 1904.
2.      Pangeran Antasari berpulang ke rahmatullah tahun 1862.
3.      Temanggung Jalil berpulang ke rahmatullah tahun 1861.
4.      Demang Lehman berpulang ke rahmatullah tahun 1864.
5.      Antaluddin berpulang ke rahmatullah tahun.......
6.      Haji Buyasin berpulang ke rahmatullah tahun 1866.
7.      Penghulu Rasyid berpulang ke rahmatullah tahun 1865.
8.      Panglima Batur berpulang ke rahmatullah tahun 1905.
9.      Pangeran Muhammad Seman berpulang ke rahmatullah tahun 1905.

Pada dasarnya setelah pemimpin perlawanan rakyat tersebut berpulang ke rahmatullah, maka pemberontakan dimana-mana diseluruh wilayah Kalimantan Selatan dapat dikuasai Belanda, termasuk di wilayah Tabalong. Namun api antipati terhadap Pemerintah Belanda tetap berkobar dihati rakyat yang sewaktu-waktu akan menyala kembali.

II.    Pelarian
Sebagian besar bekas perajurit Panghulu Rasyid yang berasal dari Habau, Pasar Arba Banua Lawas, Hariang, Hapalah, Sungai Hanyar, Bangkiling, Banua Rantau, Kalua, Pulau, Hampukung, Sungai Rukam, Sungai Buluh, Tantaringin dan sekitarnya yang tidak dapat bekerjasama dengan Pemerintah Belanda. Dalam hal ini mereka tetap dikejar-kejar sebagai boronan Belanda, mereka secara bertahap menyingkir ke hutan-hutan di wilayah Utara Tabalong, yaitu ke Mahe, Batu Pulut, Burum, Murung Bulan (Tabalong Kiwa), Haruai, Lampahungin, Marindi dan sekitarnya, sedangkan pelarian asal Amuntai bermukim di Muara Uya, sedang pelarian asal Kandangan bermukim di Bongkang dan Lombang. Sebagai bukti dapat kita perhatiakan, diamana lokasi pemukiman pelarian asal Banua Lawas dan Kalua semuanya tetap menggunakan dialek Bahasa Kalua dan Banua Lawas (satu dialek).

III.   Riwayat Perjuangan Gusti Buasan dan Gusti Barakit
Gusti Buasan dilahirkan sekitar tahun 1849 sedang adiknya bernama Gusti Berakit dilahirkan sekitar tahun 1851 di Desa Pulau Kecamatan Kalua. Orang tuanya bersama seluruh keluarganya (kalangan Gusti-Gusti) di Kalua adalah perajurit Pangeran Antasari dan Perajurit  Penghulu Rasyid. Setelah pertempuran di Tanjung tanggal 17, 18 dan 19 Agustus 1860 dan kota Tanjung dan sekitarnya dapat dikuasai oleh serdadu Belanda, keluarga tersebut bersama-sama hijrah ke Marindi (mengenai tahun kepindahan ini beberapa orang memiliki pendapat yang berbeda-beda) Kecamatan Haruai dan tetap sebagai boronan Belanda.

Kedua pemuda berdarah bangsawan hidup bersama orang tuannya dan pelarian lainnya di hutan Marindi dan mereka dapat hidup berdampingan dengan suku Dayak Kinarum dan suku Dayak Upau. Di kampung pelarian tersebut (Marindi) dibentuk suatu kelompok sebagai kepala adat adalah seorang ulama bernama “GUSTI ABU BAKAR” juga berasal dari Desa Pulau Kalua, beliau sangat simpatik kepada kedua pemuda bernama Gusti Buasan dan Gusti Barakit, seakan-akan menaruh harapan bagi masa depan keluarga mereka. Pelarian tersebut terjadi setelah Penghulu Rasyid meninggal dunia dalam pertempuran dahsyat yang terjadi di Banua Lawas dan sekitarnya dalam tahun 1865. Pemuda Gusti Buasan dan Gusti Berakit ikut terlibat dalam pertempuran tersebut sebagai perajurit Angkatan Muda.

Perkampungan pelarian di Marindi yang pada waktu itu masih sebahagian besarnya terdiri dari hutan lebat yang kemudian diroboh atau dibuka untuk dijadikan areal pertanian huma tunggal.sekitar tahun 1866 Gusti Buasan atas usul Gusti Abu Bakar (seorang ulama yang diangkat dan ditunjuk menjadi ketua kelompok) dikawinkan dengan seorang puteri salah seorang pejuang yang ikut bermukim di Marindi (tidak diketahui namanya). Riwayat lain mengatakan, Gusti Buasan dikawinkan dengan puteri Kepala Adat Suku Dayak Kinarum setelah memeluk ajaran agama Islam.

Sejak setelah perkawinan dengan puteri tersebut, Gusti Buasan dibantu oleh istri dan adiknya Gusti Barakit mulai menyusun Pasukan Gerilya terdiri dari angkatan muda untuk melakukan perlawanan terhadap serdadu Belanda. Gerakan pasukan gerilya tersebut telah menyebar denagan cepatnya ke Mahe, Haruai, Batu Pulut, Lampahungin, Bongkang Muara Uya, Lombang dan Tabalong Kiwa sebagai pasukan inti dilatih di Maindi.

Dipihak Kompani Belanda melaksanakan kerja paksa 10 hari setiap bulan untuk membuat jalan tembus Tanjung-Haruai terhadap rakyat pribumi. Jalan tembus tersebut dibuat sebagai sarana perhubungan darat untuk melakukan patroli melalui Sungai Tabalong (Amuntai-Haruai) juga tetap dilakukan. Namun dipihak pasukan gerilya sebagai perajurit Gusti Buasan setiap saat siap melakukan pencegatan-pencegatan, baik terhadap patroli Belanda melalui darat maupun melalui sungai. Tidak jarang pasukan Belanda disergap dan semua pasukan Belanda mati karena kepalanya ditenggelamkan dengan menumbangkan pohon kayu yang cukup besar sehingga pasukannya mati tenggelam dalam air.

Pihak Belanda menyebut pasukan gerilya Gusti Buasan ialah “PASUKAN BERANDAL” artinya pasukan yang tidak mau tunduk terhadap Kompeni Belanda. Sekitar tahun 1904, pihak Pemerintah Belanda membuat suatu pengumuman yang isinya sebagai berikut: “Barang siapa yang dapat menangkap hidup atau mati terhadap gusti buasan akan diberikan hadiah yang besar”.
Sebagai hambatan yang dihadapi Gusti Buasan bersama pasukan gerilyanya selama ini antara lain:
·         Terbatasnya persenjataan yang dimiliki
·         Terbatasnya personil yang cukup terlatih
·         Merajalelanya penghianatan yang terpengaruh harta dan tahta.

Sebagai suatu kebiasaan dalam kepemimpinan Gusti Buasan terhadap perajuritnya dan masyarakat sekitar tempat tinggal perajuritnya, apabila diantaranya ada yang sakit atau meninggal dunia, dalam hal ini Gusti Buasan mengunjunginya secara pribadi tanpa dikawal pasukan. Keadaan ini dimanfaatkan oleh penghianat sebagai musang berbulu ayam. Pada suatu ketika diawal tahun 1904 salah seorang anggota perajuritnya yang bermukim di Lampahungin sedang mengalami sakit yang cukup parah, Gusti Buasan diberitahu mengenai perajuritnya yang sakit tersebut, hal itu dicium secara tajam oleh penghianat yang bertempat tinggal di Lampahungin yang sampai pada saat itu belum diketahui oleh masyarakat. Secara rahasia penghianat tersebut melaporkan kepada Kompeni Belanda, sehingga dipersiapkan 1 regu pasukan inti yang bergerak diwaktu malam mengintip Gusti Buasan disekitar rumah perajurit yang sedang sakit tersebut.

Pada malam pertama sekitar jam 02.00 datanglah Gusti Buasan yang didampingi oleh Istri dan adiknya Gusti Barakit menuju tempat tinggal perajurit tersebut, sebelum menaiki tangga tiba-tiba tembakan yang beruntun dan persis mengenai sasarannya, yaitu Gusti Buasan terkena peluru pada paha kanannya, namun beliau cepat berguling dan masuk kedalam semak sekitar tempat kejadian itu, sedang Gusti Barakit bersama istri Gusti Buasan juga berguling dan mencari tempat yang aman. Pihak Kompeni kempeni tetap mencarinya sampai pada siang harinya, tetapi tidak ada tanda-tanda yang bisa dibuntuti. Sekitar jam 07.00 pasukan kompeni kembali menuju Tanjung, namun pasukan gerilyawan menghadangnya di Batu Pulut dan terjadi pertempuran yang cukup dahsyat. Kabarnya beberapa anggota pasukan kompeni Belanda ada yang gugur, disamping pasukan gerilyawan juga banyak yang gugur sebagai syuhada.

Selanjutnya oleh masyarakat di Lampahungin sejak mundurnya pasukan Kompeni Belanda dilakukan pencarian secara serentak di tempat persembunyian Gusti Buasan yang akhirnya ditemukan dalam sebuah semak yang tidak jauh dari kejadian pertama. Beliau diangkat ketempat yang aman serta diobati secara tradisional. Dalam keadaan sakitnya yang cukup parah dan tidak mungkin lagi untuk disembuhkan, beliau beramanat:
1.      Perang perlawanan terhadap Kompeni Belanda agar tetap diteruskan sampai dengan titik darah yang penghabisan.
2.      Pimpinan Perang Gerilya diserahkan sepenuhnya kepada adiknya Gusti Barakit apabila yang bersangkutan masih hidup dan agar sesegeranya berangkat ke Teweh untuk meminta bantuan personil kepada Putri Zalekha bersama Panglima Batur untuk menyerang Tanjung.
3.      Untuk sementara apabila istrinya masih hidup agar diungsikan ketempat yang aman, yaitu di Marindi.
Sehabis beliau menyampaikan amanat tersebut, beliau menhembuskan nafas yang penghabisan dalam keadaan tenang, selanjutnya dimakamkan ditempat persembunyiannya, yaitu di pemakaman yang ada sekarang ini di Desa Lampahungin.

Dilain pihak mengenai nasib Gusti Barakit bersama istri Gusti Buasan terus menghindar ke arah hulu dan bersembunyi di tepi Sungai Mantikus selama beberapa hari. Sedangkan di pihak masyarakat tetap mencarinya dan akhirnya ditemukan ditempat tersebut dalam keadaan sehat wa’afiat yang selanjutnya sempat menghadiri upacara pemakaman almarhum Gusti Buasan. Setelah pemakaman disampaikanlah 3 (tiga) amanat penting dari Gusti Buasan sebagai pertimbangan untuk langkah-langkah kebijaksanaan selanjutnya.

Perjuangan Gusti Buasan di sektor Tabalong tidaklah berdiri sendiri, akan tetapi kontak perjuangannya selalu berkaitan dengan perjuangan masyarakat Kalimantan Tengah yang meliputi Barito, Teweh, Kapuas dan sekitarnya. Demikian juga dengan perjuangan masyarakat di Kalimantan Timur yang meliputi Tanah Gerogot, Pasir, Kutai dan sekitarnya. Bantuan persenjataan serta personil antar tiga daerah ini tetap berjalan dengan lancar dan kompak.

Satu hari setelah pemakaman, istri almarhum Gusti Buasan diungsikan ke Marindi, sedangkan Gusti Barakit ditemani oleh 2 orang anggota perajurit yang tahan uji berangkat ke Teweh melalui Kalua, Ampah dan seterusnya dengan amanat penting terhadap pemimpin sementara perajurit di sektor Tabalong antara lain:
1.      Semua perajurit yang tinggal di kampung agar dipindahkan ke lokasi tempat latihan di hutan-hutan.
2.      Untuk sementara pencegatan terhadap patroli Belanda ditangguhkan sampai ada perintah selanjutnya.
3.      Kewaspadaan agar lebih ditingkatkan, terutama terhadap pengkhianat yang sukar dapat dipastikan.

Puteri Zalekha atau sering juga disebut Ratu Zalekha adalah anak dari Sutan Muhammad Seman dan cucu dari Pangeran Antasari asal Sungai Batang Martapura. Seuami beliau bernama Gusti Muhammad Arsyad. Puteri Zalekha berjuang mendampingi suaminya dan ayahnya sejak berusia 20 tahun. Suaminya tertawan oleh Belanda pada tanggal 1 Agustus 1904 M.

Kedatangan Gusti Barakit disambut hangat oleh beliau dan sekaligus membantu perjuangan rakyat Tabalong. Panglima Batur tidak diizinkannya karena harus memimpin perjuangan rakyat Kalimantan Tengah terhadap Kompeni Belanda.

Puteri Zalekha bersama Gusti Barakit didamping dua orang pembantu Putri Zalekha berangkat menuju Tabalong lewat Ampah dan Tamiyang Layang. Sesampainya di Kalua, mereka berpisah untuk sementara, yaitu Gusti Barakit langsung ke Mahe dan Lampahungin untuk memberikan komando persiapan perang. Sedang Puteri Zalekha bersama dua orang pembantunya beristirahat di Desa Tantaringin (sekarang Desa Asampauh) di tempat salah seorang keluarga asal Teluk Silang Martapura (kakek dari St. Habibah).

Sesuai dengan waktu dan jadwal yang sudah ditetapkan bersama antara Ratu Zalekha dengan Gusti Barakit, semua pasukan inti dipusatkan di Mahe, sedang pasukan cadangan ditempatkan di Tabalong Kiwa dan Haruai secara serentak. Sedangkan Ratu Zalekha berangkat menuju Mahe ditemani oleh Datu Ambia asal teluk Manduin Kecamatan Muara Harus ditambah dua orang pembantunya melalui jalur Mangkusip, Murung Pudak dan Tabing Siring. Dari Tabing Siring diangkut perahu menuju mahe. Karena disiplin waktu, sehingga seluruh pasukan sudah terkumpul disektor Mahe, sektor Tabalong Kiwa dan Sektor Haruai.

Dari pihak Kompeni Belanda, sejak gugurnya Gusti Buasan dan menghilangnya Gusti Barakit dan istri Gusti Buasan yang menurut perkiraan mereka keduanya telah gugur bersama Gusti Buasan, disamping perlawanan rakyat selama ini tidak pernah lagi dilakukan oleh pasukan Berandal, hal ini dianggap oleh Kompeni Belanda keadaan sudah aman, perlawanan rakyat 100% telah terpatahkan. Oleh karena itu pihak Kompeni Belanda segera akan menempatkan kompi pertahanan di Mahe dan Haruai (Sektor Utara) yang selama ini mereka belum ada keberanian. Hal ini diketahui oleh Gusti Barakit disebabkan adanya kebocoran dari pihak sepion (mata-mata) yang tertangkap oleh seorang gerilyawan yang menyamar sebagai sepion Belanda.Rencana penyerangan Tanjung untuk sementara ditangguhkan, disebabkan rencana Kompeni Belanda akan menempatkan kompi keamanannya disektor Utara yang telah dianggap aman, yaitu Mahe dan Haruai. Sejak keputusan itu diambil, semua penjuru disektor Mahe dijaga dengan ketat, kemungkinan pihak sepion (mata-mata) Belanda melaporkan ke Tanjung.

Pada malam berikutnya bergerak pasukan Kompeni Belanda menuju Mahe, sekitar jam 03.00 pasukan tersebut tekah tiba di Mahe. Atas komando Ratu Zalekha, dengan sistem gerilya pasukan Kompeni Belanda diserang dengan tiba-tiba, sehingga terjadi pertempuran yang dahsyat. Tiga hari kemudian pasukan cadangan  di Haruai dan Tabalong Kiwa diperintahkan turun ke Mahe, karena pasukan Belanda mendapat bantuan dari Kandangan dan Amuntai.

Puteri Zalekha sebagai perajurit yang cukup sakti dan tidak terkena sasaran peluru cukup gigih memberikan komando perlawanan dan tetap berada pada bagian terdepan. Jumlah korban kedua belah pihak cukup banyak. Namun sebagai akibat tidak seimbangnyanya kekuatan personil dan logistik, akhirnya seluruh kekuatan gerilyawan Mahe dapat dikuasai oleh Kompeni Belanda. Anggota gerilyawan yang masih selamat mereka kembali mengamankan diri di hutan-hutan yang dianggap aman, sedang Puteri Zalekha bersama dua orang pembantunya kembali menuju Tewe. Berhubung fisik beliau dalam keadaan sakit-sakitan, akhirnya menyerah kepada Kompeni Belanda di tewe. Oleh Kompeni Belanda beliau diasingkan bersama suaminya di Bogor. Alhamdulillah suami-istri tersebut berusia panjang, sehingga dalam tahun 1937 beliau dibebaskan dan sempat menikmati Indonesia merdeka. Pada tanggal 24 September 1953 Puteri Zalekha berpulang ke rahmatullah dan di makamkan di Martapura.

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Theme images by mammuth. Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget